Bentuk reaksi nuklir secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam reaksi fisi dan fusi. Reaksi-reaksi nuklir tergantung dari jenis nuklidanya, jenis partikel penembak, dan cara peluruhan dari nuklida yang terbentuk.
Ø Nuklida radioaktif yang mengalami reaksi nuklir dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok nuklir radioaktif alami dan buatan; nuklida radioaktif ringan dan berat.
Ø Partikel penembak yang menyebabkan reaksi nuklir dapat berwujud partikel yang bermuatan, partikel yang tidak bermuatan, partikel berat, dan gelombang elektromagnet.
Ø Cara peluruhan nuklida radioaktif dapat berjalan secara bertahap dan tidak bertahap; secara berlanjut dan tidak berlanjut.
1 Reaksi Fisi
Reaksi fisi adalah suatu reaksi pembelahan nukleus atau reaksi yang menuju ke arah penurunan massa nukleus. Reaksi fisi terjadi bila energi potensial coulomb Vc > Qfis; yang mana Qfis adalah energi yang diperlukan atau diserap oleh sebuah nuklida untuk membelah nukleus atau menurunkan jumlah massa nukleusnya. Nuklida-nuklida yang dapat atau mudah mengalami reaksi fisi adalah nuklida yang memiliki bilangan hasil komparasi antara jumlah netron dan protonnya tidak sama dengan satu.
Perbedaan yang cukup besar antara bilangan hasil komparasi jumlah netron dengan proton dibandingkan dengan angka satu menyebabkan harga Vc >>> Qfis, sehingga reaksi fisi semakin mudah terjadi. Hasil reaksi fisi dapat berupa nuklida yang sama tetapi sifat dari nukleusnya baru atau nuklida baru yang disertai dengan timbulnya radiasi radioaktif dan pembebasan sejumlah energi Qfis. Pada umumnya, jenis radiasi yang menyertai peluruhan massa nuklida radioaktif yang terdapat di alam adalah radiasi alfa, beta, dan elektro capture.
Nuklida yang mudah ditemukan di alam yang memiliki hasil komparasi jumlah netron terhadap protonnya lebih besar dari satu sehingga dapat mengalami reaksi fisi antara lain isotop U-238, U-235, dan Th-232.
a. Reaksi Fisi Uranium
Uranium yang ada di alam terdiri dari tiga isotop nuklir yaitu isotop nuklida U-238 dengan kelimpahan 99,2%, nuklida U-235 dengan kelimpahan 0,7%, dan nuklida U-236 dengan kelimpahan 0,1%.
Misalnya, nuklida U-238 dapat meluruh membentuk nuklida Th-234 yang disertai dengan radiasi partikel He-4 yang memerlukan waktu paruh t1/2 = 4,47 x 109 tahun, dan persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
92U238 → 90Th234 + 2He4 + Qfis
Seterusnya nuklida Th-234 meluruh membentuk nuklida U-234 disertai dengan radiasi beta yang memiliki waktu paruh t1/2 = 241 hari, dan persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
90Th234 → 92U234 + 2 -1e0 + Qfis
Nuklida U-234 meluruh membentuk nuklida Th-230 disertai dengan radiasi partikel He-4 yang memakai waktu paruh t1/2 = 8,0 x 104 tahun, dan seterusnya sampai diperoleh nuklida yang benar-benar stabil.
b. Reaksi Fisi Thorium
Nuklida thorium yang ditemukan di alam adalah Th-232 dengan kelimpahan 100%. Nuklida Th-232 ini dapat meluruh membentuk nuklida Ra-228 yang disertai dengan radiasi partikel He-4 yang menggunakan waktu paruh t1/2 = 1,4 x 1010 tahun. Nuklida Ra-228 dengan mudah meluruh membentuk nuklida Ac-228 yang disertai radiasi beta dengan waktu paruh 5,76 tahun, selanjutnya nuklida Ac-228 meluruh menghasilkan nuklida Th-228 yang disertai dengan radiasi beta dalam waktu paruh 6,13 tahun, dan seterusnya sampai dihasilkan nuklida yang stabil.
2 Reaksi Fusi
Reaksi fusi adalah reaksi penggabungandua nuklida atau lebih yang menghasilkan nuklida yang sama dengan struktur nukleus yang baru atau nuklida yang benar-benar baru di samping sejumlah energi dan radiasi radioaktif. Agar dua nuklida atau lebih dapat saling berinteraksi, maka nuklida tersebut harus mampu mengatasi energi coulomb penghalang yang ada. Energi coulomb yang ada merupakan bentuk energi tolak menolak yang ditimbulkan oleh nukleon-nukleon yang bermuatan listrik positif yaitu proton yang ada di dalam dua nuklida atau lebih yang akan melakukan reaksi fusi.
Untuk mengatasi energi tolak menolak coulomb, maka nuklida-nuklida harus menyediakan energi awal yang besar yang antara lain dalam bentuk energi kinetik. Energi kinetik ini dapat diperoleh dari hasil pengubahan nergi potensial yang sebelumnya telah dimiliki, atau dari hasil menyerap sejumlah energi dari lingkungan. Besarnya energi kinetik yang dapat digunakan untuk mengatasi energi tolak menolak coulomb tersebut minimal 0,1 MeV. Apabila energi yang dilepaskan atau dibebaskan sewaktu reaksi fusi nuklir besarnya jauh lebih besar dari energi kinetiknya, maka secara akumulatif hasil reaksi fusi masih disertai dengan pembebasan energi sebesar Qfus.
Teknik yang digunakan untuk membantu terjadinya reaksi fusi antara dua nuklida atau lebih adalah dengan memberikan energi kinetik dengan cara menembakkan partikel nuklida satu ke nuklida yang lainnya. Misalnya, apabila dua nuklida H-2 saling bertabrakan akan terbentuk nuklida He-4 yang disertai dengan pembebasan sejumlah energi Qfus. Persamaan reaksi fusinya dapat dituliskan sebagai berikut:
1H2 + 1H2 → 2He4 + Qfus
Contoh lain adalah reaksi fusi nuklida Be-9 dan He-4 yang menghasilkan nuklida C-12 yang diikuti oleh radiasi partikel netron serta pembebasan sejumlah energi reaksi fusi nuklir Qfus. Persamaan reaksinya:
4Be9 + 2He4 → 6C12 + 0n1 + Qfus
3 Reaksi Nuklir dengan Ion Berat
Ion berat adalah ion yang bermassa lebih besar dari ion helium, contohnya ion-ion 3Li7(+3), 4Be9(+4), dan 6C12(+6). Sebutan ion dalam kimia dimaksudkan untuk menyatakan keberadaan partikel proton dalam sebuah nukleus.
Ion-ion berat seperti 6C12(+6) seterlah dipercepat lajunya sampai berenergi 100 MeV bila menembak nuklida yang sangat berat pun dapat menyebabkan terjadinya reaksi nuklir. Contoh, apabila yang ditembak dengan ion nukleus C(+6) itu adalah nuklida Cu-65, maka akan terbentuklah nuklida Br-74 yang disertai pemancaran 3 buah partikel netron dan sejumlah energi reaksi nuklir, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
6C12 + 29Cu65 → 35Br74 + 30n1 + Qf
Dengan menggunakan nuklida yang memiliki massa lebih tinggi dari ion nukleus C(+6) dan setelah diberi energi kinetik yang cukup besar maka dapat digunakan untuk merubah sifat nuklida-nuklida yang menjadi sasaran tembak dari non radioaktif menjadi radioaktif. Pada contoh di atas, nuklida yang bersifat radioaktif adalah nuklida 35Br74 dan dapat melakukan proses penangkapan elektron yang berenergi terendah yaitu elektron dari orbital K sehingga menurunkan jumlah muatan nukleusnya sebesar jumlah partikel elektron yang diserap dalam waktu paruh sekitar 25,3 menit. Persamaan reaksi penangkapan elektronnya sebagai berikut:
35Br74 + -1e0 → 34Se74 + 2gamma + Qf
4 Reaksi Aktivasi Netron
Radiasi netron dapat dihasilkan melalui proses fisi nuklida radioaktif yang dilakukan dalam reaktor atom atau generator Van de Graaf. Radiasi partikel netron tidak bermuatan listrik dan memiliki daya tembus besar. Radiasi netron yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua yaitu radiasi netron lambat dan radiasi netron cepat. Radiasi netron lambat yang juga disebut dengan netron termal sifatnya mudah ditangkap oleh nukleus suatu atom dan menghasilkan nukleus atom baru yang tidak stabil dan radioaktif. Sebaliknya, radiasi netron cepat lebih sulit ditangkap oleh suatu nuklida. Berdasarkan dari sifat radiasi netron lambat ini maka radiasi netron lambat dapat digunakan untuk membuat nuklida radioaktif dari nuklida yang tidak radioaktif.
5 Peluruhan Partikel Alfa dan Partikel Beta
Ø Peluruhan Partikel Alfa
Nuklida-nuklida radioaktif yang memiliki jumlah massa yang terlalu besar dan hasil perbandingan antara jumlah netron dan protonnya jauh lebih besar dari angka satu, mempunyai kecenderungan menurunkan jumlah massa dan nilai hasil komparasi antara jumlah netron dan protonnya dengan cara memancarkan partikel alfa atau 2He4. Akibat teradiasikannya partikel alfa maka nuklida radioaktif tersebut dapat menurunkan jumlah massanya sebesar empat nukleon dalam satu kali radiasi. Hal ini terjadi karena energi yang diperlukan untuk memancarkan partikel alfa lebih rendah dibandingkan dengan memancarkan empat partikel nukleon secara bertahap. Partikel nukleon berat tersebut dapat berwujud proton dan netron. Energi peluruhan partikel alfa akan turun dengan bertambahnya jumlah massa nukleon (A) dan akan naik dengan bertambahnya jumlah muatan proton (Z).
Pada tahun 1906, Rutherford menunjukkan secara kualitatif hubungan antara energi radiasi partikel alfa dan waktu paruh nuklida radioaktif yang memancarkan partikel alfa tersebut. Bentuk hubungannya adalah semakin besar energi radiasi partikel alfanya maka semakin pendek waktu paruhnya. Bila energi radiasi partikel alfa semakin besar maka jarak tempuh radiasi partikel alfa yang disingkat R tersebut juga semakin jauh. Hubungan tidak langsung antara waktu paruh dan jarak tempuh radiasi partikel alfa dinyatakan dengan persamaan matematis berikut:
Rounded Rectangle : Log L = a + b Log R
Dimana:
L = tetapan peluruhan nuklida radioaktif peluruh partikel alfa
R = jarak tempuh radiasi partikel alfa
a dan b = tetapan yang harganya tergantung pada jenis deret radioaktif
Waktu paruh (t1/2) peluruhan partikel alfa dapat ditentukan dengan penggunaan persamaan berikut:
Partikel alfa yang berenergi rendah dan bermuatan listrik dapat menembus penghalang potensial Coulomb yang ukurannya lebih tinggi yang besarnya sekitar 9 MeV. Menurut teori mekanika kuantum bahwa partikel alfa yang berenergi lebih rendah masih dapat menerobos potensial penghalang Coulomb yang ukurannya lebih tinggi dan keluar dari nukleus. Peristiwa ini dikenal sebagai “Tunneling Effect”. Kemungkinan terjadinya penembusan energi potensial penghalang ini menjadi kecil bila jumlah muatan proton (Z) bertambah, tetapi akan menjadi besar bila jumlah nukleon (A) bertambah. Dengan kata lain bila hasil komparasi antara jumlah netron dan proton sangat besar maka kecenderungan nuklida radioaktif berat meluruhkan partikel alfa sangat besar. Peluruhan partikel α selalu disertai pemancaran radiasi γ.
Ø Peluruhan Partikel Beta
Nuklida-nuklida berat yang mempunyai nomor massa (A) ganjil dalam menuju ke keadaan stabil cenderung meluruhkan satu partikel beta, tetapi untuk nomor massa (A) genap lebih cenderung meluruhkan dua atau tiga partikel betanya. Untuk menuju ke keadaan nuklida yang stabil dapat dilakukan satu dari tiga tipe peluruhan partikel beta, yaitu peluruhan partikel beta yang bermuatan negatif, peluruhan beta yang bermuatan positif, dan penangkapan elektron. Suatu nuklida mempunyai nomor massa (A) yang netronnya lebih banyak daripada protonnya, sehingga ada kecenderungan mengubah netronnya. Misalnya, satu netron (0n1) diubah menjadi satu proton (+1p1), satu partikel beta (-1e0) dan satu anti neutrino (-1v). Akibat dari contoh proses ini, nomor nuklida (Z) akan bertambah dengan satu angka dan jumlah netron akan berkurang satu angka, dan nomor massa nuklida (A) tetap. Proses ini disebut proses peluruhan beta.
Apabila suatu nuklida berat yang bernomor massa (A) memiliki jumlah proton yang tidak jauh berbeda dengan netronnya, akan ada kecenderungan untuk mengubah protonnya. Sebagai contoh, bila yang diubah adalah satu proton menjadi netron dan satu partikel beta yang bermuatan positif (+1e0), satu massa neutrino yang bermuatan positif (+1v) dan satu netron. Akibat dari peristiwa ini yaitu nomor nuklidanya akan turun satu angka, jumlah netronnya bertambah satu angka, dan nomor massanya tetap. Proses peluruhan partikel beta yang bermuatan positif disebut proses peluruhan positron. Dampak dari peluruhan partikel positron atau beta positif ini akan diikuti oleh proses anhilasi atau penghilangan energi sebesar 1,02 MeV yang ekuivalen dengan dua kuanta radiasi gama. Ini terjadi karena partikel positron yang meluruh dari nuklida akan berinteraksi dan saling menetralkan dengan elektron yang mengorbit di luar nukleus.
Arah meluruhnya partikel beta yang bermuatan negatif dapat menuju ke nukleus dan berinteraksi dengan nukleon yang bermuatan positif atau proton. Dampak terjadinya interaksi antara satu proton dengan satu elektron adalah jumlah netron akan bertambah satu, jumlah proton berkurang satu, dan disertai pembebasan energi sebesar Eo. Besarnya energi Eo dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
yang mana E = mc2. Elektron yang mudah memasuki nukleus adalah elektron yang menempati orbital terdekat dengan nukleus yaitu elektron dari orbital K. Kekosongan elektron dari orbital K akan segera diisi oleh elektron yang berasal dari orbital diatasnya, misalnya oleh elektron dari orbital L. Perpindahan elektron dari orbital yang berenergi tinggi ke orbital yang berenergi rendah akan disertai dengan pembebasan sejumlah energi yang berwujud radiasi X.
Suatu nuklida berat lebih cenderung meluruhkan partikel beta daripada partikel proton dan netronnya. Ini disebabkan karena energi yang diperlukan untuk meluruhkan satu proton atau satu netron jauh lebih besar dibandingkan dengan meluruhkan satu partikel beta. Apabila nuklida berat meluruhkan satu partikel proton atau netron diperlukan energi sekitar 5 MeV s.d 8 MeV, dan bila meluruhkan satu partikel beta hanya diperlukan energi sebesar 0,51 MeV.
6 Transisi Radiasi Gama
Dalam peluruhan partikel alfa dan beta oleh nuklida radioaktif banyak menghasilkan nuklida-nuklida jenis baru yang ternyata masih dalam keadaan tereksitasi. Pengembalian keadaan tereksitasi ke keadaan tak tereksitasi atau ke keadaan tereksitasi dengan energi yang lebih rendah dapatdilakukan dengan tanpa mengubah jumlah proton (Z) dan nomor massa nuklida (A), dengan cara memancarkan radiasi gelombang elektromagnet. Radiasi gelombang elektromagnet ini merupakan radiasi gamma. Peristiwa radiasi gamma ini tidak saja menyertai peristiwa peluruhan partikel alfa dan beta, tetapi hampir selalu menyertai semua bentuk peluruhan yang terjadi pada nuklida-nuklida radioaktif.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0 komentar:
Posting Komentar